Rabu, 03 Oktober 2012

Ngutang Yuk!

Masih ingat di zaman kakek saya dulu berpesan ke ibu saya, “Apa pun yang terjadi kamu jangan utang”. Zaman dulu utang dianggap tabu oleh banyak orang, tapi zaman sekarang sepertinya orang tidak bisa hidup tanpa utang, apalagi utang konsumtif. Bagi sebagian orang yang bisa atau biasa mengatur keuangannya utang tentu tidak akan berarti apa-apa, akan tetapi bagi mereka yang tidak bisa mengatur keuangan utang , khususnya yang konsumtif, bisa menjadi masalah, terutama bagi kaum ibu-ibu dan atau bapak-bapak yang memang memiliki hobi belanja. Argumentasi dari mereka adalah apabila mereka tidak membeli barang tersebut sekarang, maka kapan lagi?


Kita dibuai-buai dengan mimpi yang dibiayai dengan kredit. Sebenarnya kita tidak mampu atau belum mampu memiliki sebuah barang akan tetapi dengan adanya kredit maka kita dapat memilikinya. Lalu, bagaimana dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)? Apakah kita harus memiliki rumah tersebut sekarang atau tunggu nanti saja sampai dana kita cukup? Pertanyaan berikutnya yang diajukan adalah “Apabila saya kemudian memiliki sebuah rumah tinggal dengan nilai Rp. 500 juta yang dibeli dengan cara Kredit melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) selama 15 tahun dengan uang muka sebesar Rp. 250 juta dan bunga 15% sehingga nilai rumah plus bunga menjadi kurang lebih sebesar Rp. 630 juta, berapa nilai yang harus dimasukkan ke dalam aset dan berapa yang harus dimasukkan ke dalam kategori utang?”.

Jawabnya adalah aset atau rumah yang sudah dimiliki sebenarnya baru sebesar Rp. 250 juta, mengapa demikian? Sebuah Perencanaan Keuangan khususnya untuk keluarga akan melihat aset adalah sebagai hak atau kekayaan yang dimiliki saat ini dan utang adalah kewajiban yang juga dimiliki saat ini yang harus dibayarkan di masa yang akan datang.

Dalam sebuah proses perencanaan keuangan dikenal dengan istilah aset produktif dan aset tidak produktif serta utang produktif dengan utang tidak produktif. Kita sering lupa bahwa aset tidak hanya berupa dana tunai, dana investasi, rumah dan mobil, akan tetapi meliputi juga nilai tunai asuransi, barang-barang koleksi seperti lukisan, kristal, perhiasan (emas dan diamond), piutang ke sanak saudara atau tetangga, serta aset lainnya seperti uang pertanggungan asuransi, keahlian khusus dan lainnya.

Beberapa jenis utang antara lain; pembelian rumah, mobil, kartu kredit (konsumtif) dan utang lain-lain. Ada juga utang yang sering terlupakan oleh perorangan yaitu utang pajak, yang kalau tidak dibayar denda dan penalty nya tinggi.

Seperti yang sudah dibahas di awal bahwa orang berargumentasi bahwa apabila tidak berhutang bagaimana caranya mereka bisa memiliki aset tersebut sekarang? Atau mereka berkata, “kapan lagi bisa punya aset”?. Sementara untuk menabung atau investasi akan memakan waktu yang lama sehingga tetap saja aset tersebut tidak terbeli. Oleh sebab itu Sindrom Miliki Sekarang Bayar Belakangan akan menjadi kebiasaan buruk di masyarakat. Terkadang ada orang yang masih mencicil utang dari asetnya sementara asetnya sendiri sudah tidak dipakai atau rusak, contohnya: pembelian TV, alat-alat rumah tangga, alat-alat dapur dan kebutuhan konsumtif lainnya yang banyak sudah tidak terpakai.

Perencana Keuangan tidak melarang berutang. Yang harus diperhatikan adalah bahwa berutang diperbolehkan selama nilai dari barang yang telah dibeli secara berhutang juga akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Ini yang dikenal dengan utang produktif.

Sebagai contoh apabila kita membeli TV dengan cara kredit dibandingkan dengan membeli rumah. TV yang dibeli baik secara tunai maupun kredit nilainya akan turun seketika setelah keluar dari toko. Oleh sebab itu mencicil barang-barang tersebut dengan bunga yang tinggi sangatlah tidak bijaksana, karena kita harus membayar biaya bunga yang tinggi sedangkan nilai asetnya menurun sehingga apabila dihitung nilai aset bersih akan menurun.

Untuk membeli rumah secara kredit, dikarenakan jumlah tanah yang terbatas menyebabkan nilai rumah akan selalu naik seiring dengan inflasi. Oleh sebab itu membeli rumah secara kredit (KPR) sangat dianjurkan. Di negara maju seperti Amerika Serikat membeli rumah secara kredit memberikan keuntungan pajak. Bunga pinjaman KPR yang dibayarkan dapat dijadikan sebagai faktor pengurang dari pajak pribadi.

Lalu, seberapa besar jumlah utang yang dapat diambil oleh seseorang? Secara ideal total cicilan dari utang-utang yang diambil oleh sebuah keluarga tidak boleh lebih dari 30% dari penghasilan bersih bulanan (take home pay). Rasio ini lebih dikenal dengan Solvency Ratio. Apabila cicilan utang melebihi persentase di atas maka kita akan mengalami kesulitan untuk membayarnya yang berakibat macet cicilan tersebut.
Berutang tidak disarankan, terutama utang konsumtif. Akan tetapi, apabila diperlukan ambillah utang dengan bijaksana dan hanya untuk aset atau barang yang produktif.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.