Masih ingat di zaman kakek saya dulu berpesan ke ibu saya, “Apa pun
yang terjadi kamu jangan utang”. Zaman dulu utang dianggap tabu oleh
banyak orang, tapi zaman sekarang sepertinya orang tidak bisa hidup
tanpa utang, apalagi utang konsumtif. Bagi sebagian orang yang bisa atau
biasa mengatur keuangannya utang tentu tidak akan berarti apa-apa, akan
tetapi bagi mereka yang tidak bisa mengatur keuangan utang , khususnya
yang konsumtif, bisa menjadi masalah, terutama bagi kaum ibu-ibu dan
atau bapak-bapak yang memang memiliki hobi belanja. Argumentasi dari
mereka adalah apabila mereka tidak membeli barang tersebut sekarang,
maka kapan lagi?
Kita dibuai-buai dengan mimpi yang dibiayai dengan kredit. Sebenarnya
kita tidak mampu atau belum mampu memiliki sebuah barang akan tetapi
dengan adanya kredit maka kita dapat memilikinya. Lalu, bagaimana dengan
Kredit Pemilikan Rumah (KPR)? Apakah kita harus memiliki rumah tersebut
sekarang atau tunggu nanti saja sampai dana kita cukup? Pertanyaan
berikutnya yang diajukan adalah “Apabila saya kemudian memiliki sebuah
rumah tinggal dengan nilai Rp. 500 juta yang dibeli dengan cara Kredit
melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) selama 15 tahun dengan uang muka
sebesar Rp. 250 juta dan bunga 15% sehingga nilai rumah plus bunga
menjadi kurang lebih sebesar Rp. 630 juta, berapa nilai yang harus
dimasukkan ke dalam aset dan berapa yang harus dimasukkan ke dalam
kategori utang?”.
Jawabnya adalah aset atau rumah yang sudah dimiliki sebenarnya baru
sebesar Rp. 250 juta, mengapa demikian? Sebuah Perencanaan Keuangan
khususnya untuk keluarga akan melihat aset adalah sebagai hak atau
kekayaan yang dimiliki saat ini dan utang adalah kewajiban yang juga
dimiliki saat ini yang harus dibayarkan di masa yang akan datang.
Dalam sebuah proses perencanaan keuangan dikenal dengan istilah aset
produktif dan aset tidak produktif serta utang produktif dengan utang
tidak produktif. Kita sering lupa bahwa aset tidak hanya berupa dana
tunai, dana investasi, rumah dan mobil, akan tetapi meliputi juga nilai
tunai asuransi, barang-barang koleksi seperti lukisan, kristal,
perhiasan (emas dan diamond), piutang ke sanak saudara atau tetangga,
serta aset lainnya seperti uang pertanggungan asuransi, keahlian khusus
dan lainnya.
Beberapa jenis utang antara lain; pembelian rumah, mobil, kartu kredit
(konsumtif) dan utang lain-lain. Ada juga utang yang sering terlupakan
oleh perorangan yaitu utang pajak, yang kalau tidak dibayar denda dan
penalty nya tinggi.
Seperti yang sudah dibahas di awal bahwa orang berargumentasi bahwa
apabila tidak berhutang bagaimana caranya mereka bisa memiliki aset
tersebut sekarang? Atau mereka berkata, “kapan lagi bisa punya aset”?.
Sementara untuk menabung atau investasi akan memakan waktu yang lama
sehingga tetap saja aset tersebut tidak terbeli. Oleh sebab itu Sindrom
Miliki Sekarang Bayar Belakangan akan menjadi kebiasaan buruk di
masyarakat. Terkadang ada orang yang masih mencicil utang dari asetnya
sementara asetnya sendiri sudah tidak dipakai atau rusak, contohnya:
pembelian TV, alat-alat rumah tangga, alat-alat dapur dan kebutuhan
konsumtif lainnya yang banyak sudah tidak terpakai.
Perencana Keuangan tidak melarang berutang. Yang harus diperhatikan
adalah bahwa berutang diperbolehkan selama nilai dari barang yang telah
dibeli secara berhutang juga akan meningkat seiring dengan berjalannya
waktu. Ini yang dikenal dengan utang produktif.
Sebagai contoh apabila kita membeli TV dengan cara kredit
dibandingkan dengan membeli rumah. TV yang dibeli baik secara tunai
maupun kredit nilainya akan turun seketika setelah keluar dari toko.
Oleh sebab itu mencicil barang-barang tersebut dengan bunga yang tinggi
sangatlah tidak bijaksana, karena kita harus membayar biaya bunga yang
tinggi sedangkan nilai asetnya menurun sehingga apabila dihitung nilai
aset bersih akan menurun.
Untuk membeli rumah secara kredit, dikarenakan jumlah tanah yang
terbatas menyebabkan nilai rumah akan selalu naik seiring dengan
inflasi. Oleh sebab itu membeli rumah secara kredit (KPR) sangat
dianjurkan. Di negara maju seperti Amerika Serikat membeli rumah secara
kredit memberikan keuntungan pajak. Bunga pinjaman KPR yang dibayarkan
dapat dijadikan sebagai faktor pengurang dari pajak pribadi.
Lalu, seberapa besar jumlah utang yang dapat diambil oleh seseorang?
Secara ideal total cicilan dari utang-utang yang diambil oleh sebuah
keluarga tidak boleh lebih dari 30% dari penghasilan bersih bulanan
(take home pay). Rasio ini lebih dikenal dengan Solvency Ratio. Apabila
cicilan utang melebihi persentase di atas maka kita akan mengalami
kesulitan untuk membayarnya yang berakibat macet cicilan tersebut.
Berutang tidak disarankan, terutama utang konsumtif. Akan tetapi,
apabila diperlukan ambillah utang dengan bijaksana dan hanya untuk aset
atau barang yang produktif.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.