PENGURUS DAN KARYAWAN

Duduk dari Kiri ke Kanan : SYUKRAN (Sekretaris), H. Idrus (Ketua), Makrip (Bendahara), H. A. Rahim Sayuti (Pengawas) Berdiri dari Kiri ke Kanan : ZUL, SAHAB, IDA, IRA, YUS, ENA, ENY, ANG, ATIN, ATUN, AS, IYAN, IBAH, NOOR, DUH, AGUS

RAPAT ANGGOTA TAHUNAN KE XVII

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 03 Oktober 2012

Dari Salesman Menjadi Bos Perusahaan

Jangan pernah meremehkan pekerjaan salesman. Seringkali salesman diidentikkan dengan pekerjaan tidak bergengsi yang levelnya paling bawah, bahkan seringkali pula di pandang sebelah mata. Padahal justru pekerjaan yang sering menuntut untuk bertemu banyak orang akan menambah relasi dan otomatis juga membuka pintu rezeki lain.

Markus Maturo
Itu pula yang dialami Markus Maturo sebelum menjadi orang sukses di negeri ini. Pekerjaan salesman yang dilakoninya dengan sepenuh hati dan sabar itu siapa sangka telah membuka jalan bagi dirinya untuk menuju pintu kesuksesan yang lebih tinggi. Seperti apa kisah perjuangannya hingga menjadi orang sukses?
Yang pasti hal itu tidak lepas dari kemauan yang keras. Yah, Kemauan untuk belajar dan total memanfaatkan kesempatan menjadi kunci kesuksesan Markus Maturo dalam menjalankan bisnis. Mengawali karier dari nol sebagai seorang salesman, kini Markus telah menjadi juragan enam pabrik.

Mengalir bak air di sungai. Itu gambaran perjalanan karier Markus Maturo, pemilik Adyawinsa Group. Meski tidak pernah bermimpi menjadi pengusaha, ternyata, saat ini dia sukses berbisnis dengan memiliki sedikitnya enam pabrik. Tentu saja semua itu dilewati tidak dengan cara yang mudah.

Lewat bendera Adyawinsa Group, Markus mengelola usaha di bidang otomotif dan nonotomotif. Di bidang otomotif, dia memiliki empat pabrik, yakni dua pabrik stamping bernama PT Adyawinsa Dinamika Karawang dan PT Adyawinsa Stamping Industries, satu pabrik pengolahan plastik bernama PT Adyawinsa Plastic Industries Karawang, dan satu pabrik interior mobil Adyawinsa New World Autoliner yang beroperasi di Thailand.

Di luar otomotif, Markus memiliki dua pabrik. Satu pabrik bergerak di bidang telekomunikasi bernama PT Adyawinsa Telecommunication & Electrical dan satu pabrik di bidang solar panel bernama PT Adyawinsa Electrica & Power.

Sedikitnya, ada 65 perusahaan yang sudah bermitra dengan Adyawinsa Group. Antara lain Suzuki, Daihatsu, General Motor Indonesia, Mitsubishi, Toyota, Meiwa Indonesia, Sharp, Philips,Toshiba, Panasonic, Telkom Indonesia, Spinner, Indosat, Ericsson, Huawei, dan SCS Agit.

Melihat luasnya bidang usaha Adyawinsa Group, mungkin Anda mengira ini kelompok usaha milik keluarga konglomerat. Salah. Adyawinsa Group bukanlah perusahaan warisan keluarga, melainkan hasil dari perjuangan seorang yang sales yang tak pernah kenal lelah.  Markus sendiri yang membangun grup usaha ini dari nol.

Menjadi Salesman
Selepas dari dari Akademi Teknik Mesin Indonesia (ATMI) Solo, Jawa Tengah, pada tahun 1991, dia bekerja sebagai kepala proyek di perusahaan konstruksi. “Orangtua mau membiayai saya kalau saya kuliah di ATMI,” kata anak penjual gado-gado ini.

Markus hanya bekerja di Solo selama enam bulan. Sebab, ia diminta untuk bergabung di perusahaan sang kakak bernama PT Enceha Pacific yang saat itu bergerak di bidang perdagangan epoxy tooling. “Saya jadi tenaga penjual,” kenangnya.

Selama menjadi salesman, Markus harus sering berinteraksi dengan perusahaan komponen otomotif. Dari seringnya bertemu orang membuat dia banyak memiliki kenalan. Hingga pada suatu hari, dia bertandang ke salah seorang pelanggan yang ada di Inoac Indonesia, perusahaan yang memproduksi jok dan interior mobil.
“Engineer Inoac sedang pusing saat itu karena komponen stay headrest pesanan Toyota banyak yang direjek,” tutur suami dari Ariyanti Koswara ini. Keberuntungan rupanya berpihak pada Markus.

Karena Inoac menawari Markus memproduksi komponen tersebut. Karena merasa tidak memiliki peralatan produksi, ia menanyakan alamat pemasok stay headrest yang ada di Tangerang dan Cibubur. “Saya pun membeli 10 biji di Cibubur,” kenang lelaki kelahiran Kroya, Jawa Tengah, 2 Maret 1970 ini. 

Hanya Mengamplas
Komponen yang Markus beli memang seret ketika dimasukkan ke stoper. Dia pun berinisiatif untuk mengampelasnya sendiri. “Ternyata mereka puas dengan produk saya. Sejak itu order pun bertambah menjadi 100 biji. Saya masih ampelas sendiri. Hingga akhirnya, mereka pre-order hingga 1.000 biji,” katanya.
Mendapat limpahan order, dia mulai merasa kewalahan. Karena itu Markus memutuskan untuk merekrut para pengangguran yang ada di sekeliling rumahnya. Sembari memenuhi order, dia tetap bekerja di perusahaan sang kakak.

Ketika order meningkat hingga 10.000 biji, mau tidak mau, Markus harus meningkatkan produksinya. Tahun 1994, dengan bermodal Rp 25,7 juta, dia membeli beberapa mesin pres dan mesin bubut.
“Karena sudah ada karyawan, saya putuskan untuk keluar dari pekerjaan sebagai sales,” kata Markus yang memulai usahanya di sebuah garasi berukuran 120 meter persegi (m²) milik sang kakak.

Tahun 1995, Mitsubishi memesan beberapa komponen untuk mobil keluaran baru mereka, yaitu Mitsubishi Kuda. “Awalnya mereka ragu dengan lokasi usaha saya yang dekat pemukiman warga. Mereka minta saya pindah ke kawasan industri,” katanya menuturkan rintangan yang dihadapi pada awal merintis usaha.

Mitsubishi pun memberikan order dan uang muka yang oleh Markus dipakai untuk membeli lahan seluas 1.400 m² di Jababeka. “Proses pembangunan pabrik butuh waktu 18 bulan. Selama itu, saya tetap produksi di garasi,” katanya. Tahun 1996, orderan datang lagi dari General Motor yang akan meluncurkan Opel Blazer, mereka meminta dibuatkan cover engine.

Usaha Markus terus berkembang, komponen otomotif yang dia produksi pun semakin banyak. Hingga, akhirnya, dia mendapatkan order dari Philips untuk memproduksi komponen rumah lampu (armatur). “Mesin yang kami miliki itu bersifat universal. Bisa untuk komponen otomotif maupun non otomotif,” jelasnya.

Bisnis Markus makin luas. Dia juga merambah dunia telekomunikasi dengan memasok komponen base transceiver station (BTS).

Seiring berkembangnya jenis produk dan meningkatnya pesanan, sampai sekarang Markus terus menambah pabrik. “Sejak tahun 2007, dalam setahun, minimal ada penambahan satu pabrik,” tuturnya. Tahun ini, dia akan menambah satu pabrik dan tahun depan akan menambah dua pabrik lagi.

[Source : surabayapost.co.id]

UKM akan Diperingkat Tahun depan

Salah satu UKM
Tahun depan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang layak mendapat kucuran kredit akan lebih mudah diketahui oleh kalangan perbankan. Sebab, saat ini Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Kementerian Koperasi tengah melakukan pemeringkatan terhadap UKM. Targetnya, sebelum akhir 2013 sistem tersebut sudah terbentuk.

"Ini sedang digodok bersama untuk mengadakan perusahaan khusus yang memberikan peringkat untuk UKM, dan akhir tahun depan diharapkan kami sudah bisa memberi peringkat UKM di Indonesia," kata Presiden Direktur PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Ronald Andi Kasim, Selasa (2/10).

Ronald menambahkan, proyek ini sebenarnya sudah berjalan cukup lama dan dimotori oleh Bank Indonesia. BI sebelumnya telah mengundang beberapa pihak untuk penjajakan bisnis khusus pemeringkatan UKM. “Setelah dikaji saksama, Pefindo optimistis bahwa Pefindo paling siap menjalankan usaha tersebut.”

Pefindo sendiri bercita-cita menjadi pusat data UKM di Indonesia. Ronald berharap nantinya Pefindo menjadi salah satu lembaga yang dapat diandalkan para pemangku kepentingan dalam mencari data UKM. “Pefindo akan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin UKM yang ada di Indonesia. Setelah mendapat informasi, UKM tersebut akan diberi peringkat dan datanya dapat diakses oleh publik maupun para investor secara terbuka,” katanya.

Menurut Ronald, penyediaan data UKM ini sangat penting, mengingat telah banyak perbankan dan fasilitas pembiayaan lain yang memberikan kucuran kredit terhadap UKM. Sebelum mengucurkan kredit, para investor pastinya perlu mengetahui jenis UKM yang akan diberi fasilitas dan tingkat kesuksesan usaha yang dijalankan. "Kalau data sudah tersedia maka akan ada efisiensi pemasaran dan analisis kredit," Ronald mengatakan.

Ronald memberi gambaran. Misalnya, Bank A ingin menentukan berapa dari 500 UKM yang layak disalurkan kredit. Dengan memakai data peringkat dari Pefindo, mereka tidak perlu menganalisis profil risiko semua UKM tersebut. Melainkan, cukup berdasarkan 100 peringkat teratas Pefindo.

Ia mengatakan saat ini Pefindo telah memiliki rencana uji coba untuk usaha pemeringkatan UKM, baik oleh Pefindo sendiri maupun bekerja sama dengan perbankan yang dikoordinasi oleh BI. "Ini akan masuk uji coba kedua pada November. Setelah uji coba selesai baru kami fokus pada proses kredit scoring-nya," Ronald menjelaskan.

Selain pemeringkatan UKM, rencana bisnis yang ingin dikembangkan oleh Pefindo adalah mengeluarkan produk beta saham, penerbitan kredit biro, serta pelatihan dan seminar. Produk-produk tersebut diyakini bisa diluncurkan pada tahun depan, kecuali untuk kredit biro, karena harus menunggu aturan perizinan.

Ngutang Yuk!

Masih ingat di zaman kakek saya dulu berpesan ke ibu saya, “Apa pun yang terjadi kamu jangan utang”. Zaman dulu utang dianggap tabu oleh banyak orang, tapi zaman sekarang sepertinya orang tidak bisa hidup tanpa utang, apalagi utang konsumtif. Bagi sebagian orang yang bisa atau biasa mengatur keuangannya utang tentu tidak akan berarti apa-apa, akan tetapi bagi mereka yang tidak bisa mengatur keuangan utang , khususnya yang konsumtif, bisa menjadi masalah, terutama bagi kaum ibu-ibu dan atau bapak-bapak yang memang memiliki hobi belanja. Argumentasi dari mereka adalah apabila mereka tidak membeli barang tersebut sekarang, maka kapan lagi?


Kita dibuai-buai dengan mimpi yang dibiayai dengan kredit. Sebenarnya kita tidak mampu atau belum mampu memiliki sebuah barang akan tetapi dengan adanya kredit maka kita dapat memilikinya. Lalu, bagaimana dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)? Apakah kita harus memiliki rumah tersebut sekarang atau tunggu nanti saja sampai dana kita cukup? Pertanyaan berikutnya yang diajukan adalah “Apabila saya kemudian memiliki sebuah rumah tinggal dengan nilai Rp. 500 juta yang dibeli dengan cara Kredit melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) selama 15 tahun dengan uang muka sebesar Rp. 250 juta dan bunga 15% sehingga nilai rumah plus bunga menjadi kurang lebih sebesar Rp. 630 juta, berapa nilai yang harus dimasukkan ke dalam aset dan berapa yang harus dimasukkan ke dalam kategori utang?”.

Jawabnya adalah aset atau rumah yang sudah dimiliki sebenarnya baru sebesar Rp. 250 juta, mengapa demikian? Sebuah Perencanaan Keuangan khususnya untuk keluarga akan melihat aset adalah sebagai hak atau kekayaan yang dimiliki saat ini dan utang adalah kewajiban yang juga dimiliki saat ini yang harus dibayarkan di masa yang akan datang.

Dalam sebuah proses perencanaan keuangan dikenal dengan istilah aset produktif dan aset tidak produktif serta utang produktif dengan utang tidak produktif. Kita sering lupa bahwa aset tidak hanya berupa dana tunai, dana investasi, rumah dan mobil, akan tetapi meliputi juga nilai tunai asuransi, barang-barang koleksi seperti lukisan, kristal, perhiasan (emas dan diamond), piutang ke sanak saudara atau tetangga, serta aset lainnya seperti uang pertanggungan asuransi, keahlian khusus dan lainnya.

Beberapa jenis utang antara lain; pembelian rumah, mobil, kartu kredit (konsumtif) dan utang lain-lain. Ada juga utang yang sering terlupakan oleh perorangan yaitu utang pajak, yang kalau tidak dibayar denda dan penalty nya tinggi.

Seperti yang sudah dibahas di awal bahwa orang berargumentasi bahwa apabila tidak berhutang bagaimana caranya mereka bisa memiliki aset tersebut sekarang? Atau mereka berkata, “kapan lagi bisa punya aset”?. Sementara untuk menabung atau investasi akan memakan waktu yang lama sehingga tetap saja aset tersebut tidak terbeli. Oleh sebab itu Sindrom Miliki Sekarang Bayar Belakangan akan menjadi kebiasaan buruk di masyarakat. Terkadang ada orang yang masih mencicil utang dari asetnya sementara asetnya sendiri sudah tidak dipakai atau rusak, contohnya: pembelian TV, alat-alat rumah tangga, alat-alat dapur dan kebutuhan konsumtif lainnya yang banyak sudah tidak terpakai.

Perencana Keuangan tidak melarang berutang. Yang harus diperhatikan adalah bahwa berutang diperbolehkan selama nilai dari barang yang telah dibeli secara berhutang juga akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Ini yang dikenal dengan utang produktif.

Sebagai contoh apabila kita membeli TV dengan cara kredit dibandingkan dengan membeli rumah. TV yang dibeli baik secara tunai maupun kredit nilainya akan turun seketika setelah keluar dari toko. Oleh sebab itu mencicil barang-barang tersebut dengan bunga yang tinggi sangatlah tidak bijaksana, karena kita harus membayar biaya bunga yang tinggi sedangkan nilai asetnya menurun sehingga apabila dihitung nilai aset bersih akan menurun.

Untuk membeli rumah secara kredit, dikarenakan jumlah tanah yang terbatas menyebabkan nilai rumah akan selalu naik seiring dengan inflasi. Oleh sebab itu membeli rumah secara kredit (KPR) sangat dianjurkan. Di negara maju seperti Amerika Serikat membeli rumah secara kredit memberikan keuntungan pajak. Bunga pinjaman KPR yang dibayarkan dapat dijadikan sebagai faktor pengurang dari pajak pribadi.

Lalu, seberapa besar jumlah utang yang dapat diambil oleh seseorang? Secara ideal total cicilan dari utang-utang yang diambil oleh sebuah keluarga tidak boleh lebih dari 30% dari penghasilan bersih bulanan (take home pay). Rasio ini lebih dikenal dengan Solvency Ratio. Apabila cicilan utang melebihi persentase di atas maka kita akan mengalami kesulitan untuk membayarnya yang berakibat macet cicilan tersebut.
Berutang tidak disarankan, terutama utang konsumtif. Akan tetapi, apabila diperlukan ambillah utang dengan bijaksana dan hanya untuk aset atau barang yang produktif.

Amankah Uang Kita?

Investasi pada produk keuangan dan di bursa seperti reksadana dapat menuai badai. Setelah sempat naik, mulai di pertengahan tahun 2011 ini investasi pada reksadana mengalami penurunan yang cukup dalam seperti halnya terjadi di tahun 2003, 2005 dan 2008 yang lalu. Pertanyaannya yang kemudian timbul adalah “Wah, kalau begitu tidak ada tempat yang aman dong untuk berinvestasi? Apakah tidak sebaiknya dana saya disimpan di rumah saja di lemari atau di bawah bantal?” Menyimpan uang di rumah juga sama berisikonya dengan menempatkan uang di lembaga keuangan. Risiko dicuri oleh orang rumah, dicuri pencuri bisa menyebabkan uang yang kita simpan di rumah berkurang atau hilang.

Di Indonesia masih banyak anggota masyarakat yang tidak bisa membedakan antara menyimpan uang dengan berinvestasi. Apabila menyimpan uang di rumah atau berbentuk tabungan di bank saja mengandung risiko, apalagi yang namanya berinvestasi. Satu hal yang harus selalu diingat adalah bahwa tidak ada satu pun investasi yang bebas dari risiko 100 persen. Oleh karena adanya risiko inilah, maka dari itu kita harus melakukan analisa sebelum berinvestasi untuk meminimalkan risiko tersebut (bukan menghilangkan).

Bagaimana cara meminimalisasi risiko tersebut? Banyak cara yang bisa dilakukan. Pertama harus selalu diingat bahwa risiko investasi selalu berbanding lurus dengan hasil investasinya. Artinya, semakin tinggi bunga atau hasil yang diharapkan maka akan semakin tinggi risikonya. Adapun sekarang sudah ada beberapa produk investasi yang bisa memberikan hasil investasi yang kompetitif (bukan tinggi) tetapi dengan risiko yang terkontrol (manage). Akan tetapi masih banyak saja investor di Indonesia yang tidak menggunakan akal sehat dengan berinvestasi pada produk yang menjanjikan hasil yang tinggi.

Pernah dengan istilah Don’t Put Eggs in One Basket? Atau dapat diartikan apabila kita memiliki banyak telur jangan menempatkan semua telur tersebut di dalam satu keranjang. Sehingga apabila keranjang tersebut jatuh maka telur-telur tersebut akan pecah semua. Peribahasa ini bisa juga dipergunakan pada investasi kita. Karena tidak ada satu pun jenis investasi yang 100 persen aman, maka investasi sebaiknya dilakukan ke dalam beberapa keranjang investasi. Di dalam dunia keuangan hal ini dikenal dengan istilah diversifikasi.

Investasi bisa dilakukan dengan menggunakan produk-produk investasi yang ditawarkan oleh institusi keuangan maupun produk non keuangan. Menggunakan kombinasi dari produk-produk tersebut juga ikut mengurangi risiko. Beberapa produk non-keuangan yang dapat dipergunakan untuk berinvestasi adalah: Property (rumah tinggal, apartemen, ruko, kios, dll), kendaraan bermotor, emas/logam mulia (perhiasan dan emas keping/batangan), berlian dan perhiasan berharga, lukisan, barang antik, dan masih banyak produk lainnya yang dapat dipergunakan.

Sedangkan produk-produk keuangan antara lain produk perbankan seperti tabungan, deposito dan SBI, produk pasar modal seperti saham, surat utang (obligasi), reksadana, produk asuransi seperti whole life dan unit link, valuta asing (mata uang), indeks, future dan banyak lagi produk investasi baik yang ditawarkan secara lokal maupun yang dijual di luar negeri.

Kemudian lihat profil dari masing-masing produk. Apakah produk tersebut berisiko tinggi, sedang, atau kecil. Risiko dari produk inilah yang kemudian disesuaikan dengan toleransi risiko kita. Dan terakhir pergunakan kombinasi dari produk-produk ini untuk menghasilkan suatu kumpulan produk investasi yang dikenal dengan sebutan portfolio atau dalam bahasa Indonesia adalah portofolio. Di mana besarnya persentase dari masing-masing produk yang akan dipergunakan disesuaikan dengan masing-masing tujuan investasi.

Dengan menggunakan cara-cara ini diharapkan risiko berinvestasi dapat diperkecil dan dana kita akan merasa lebih tenang, Sehingga ketika pasar sedang turun sekarang, kita tidak perlu panik lagi.